Datanglah kepada Rakyat, Belajar Bersama Rakyat, Hidup Bersama Rakyat
, Mulailah dari apa yang diketahui dan dimiliki Rakyat



Tentang Sekolah Politik Kerakyatan


LATAR BELAKANG :


Dua di antara masalah dasar terkait dengan persoalan sosio-politik Indonesia kontemporer adalah lemahnya kepemimpinan dan miskinnya inisiatif.

Distribusi sumberdaya masih senjang, tatanan politik masih belum kukuh, dan belum kunjung pasti tentang kapan harapan kesejahteraan akan terwujud.

Meskipun abad baru telah lahir, generasi berkarakter kerdil masih menjadi aktor-aktor utama dalam perjalanan Indonesia.

Melahirkan pemimpin berkarakter kerakyatan kuat menjadi suatu tantangan bersama. Suatu tantangan yang mesti diupayakan untuk diwujudkan melalui suatu kerja strategis, dan bukan semata ditunggu kedatangannya sebagai ‘ratu adil’.

TUJUAN :

Sekolah Politik Kerakyatan KIBAR hadir sebagai bagian dari upaya untuk memperkuat daya hidup bangsa, yang perlu untuk selalu dibarukan. Mengingat masalah kebangsaan Indonesia selalu menuntut kesiapan untuk menghadapi tantangan, pendidikan politik dalam hal ini diarahkan pula untuk menumbuh-kembangkan inisiatif-inisiatif baru.

VISI :

Mengembangkan pendidikan politik kerakyatan berbasis nilai-nilai demokrasi dan kebangsaan untuk menumbuhkan karakter kepemimpinan politik yang penuh inisiatif dan berwawasan kesejahteraan sosial serta kemandirian Bangsa.

MISI :

Sekolah Politik Kerakyatan KIBAR dimaksudkan sebagai bagian dari alternatif pemecahan persoalan kepemimpinan politik dengan program-program yang disusun & diarahkan untuk dapat menjawab tantangan kepemimpinan masa datang. Program pendidikan dan pelatihan dirancang sebagai suatu media pembelajaran yang tidak hanya memberi pengetahuan teoretis, melainkan dilengkapi juga dengan keterampilan-keterampilan praktis dalam berpolitik.

Membangun kerjasama dengan berbagai kalangan, baik pelaku politik, lembaga non-pemerintah, pers, maupun pihak-pihak lain sebagai sarana penguatan jaringan dan penyebarluasan informasi guna memperluas wawasan politik dan menumbuhkan semangat kebersamaan bangsa secara keseluruhan.

BENTUK KEGIATAN BELAJAR :

Setiap Angkatan, waktu belajar dialokasikan selama 6 (enam) bulan dengan bentuk & jenis kegiatan belajar :

1. Kuliah dan diskusi di kelas Setiap hari Sabtu jam 14.00 wib s/d selesai
2. Pelatihan khusus terpadu untuk pengembangan ketrampilan politik dan Aplikasi Lapangan (program aksi) serta Pendalaman Materi sebanyak tiga kali setiap angkatan.
3. Stadium General dengan Tokoh-Tokoh Politik, Masyarakat & Agama secara isendental
4. Outbond training untuk Team Building dan Study Orientasi Kerakyatan, 1 kali setiap angkatan di awal periode belajar.
5. Aplikasi lapangan (program aksi) dengan terjun langsung ke tengah rakyat untuk melatih ketrampilan Advokasi / Bimbingan / Pendidikan / Penyuluhan Rakyat 2 malam 3 hari.
6. Dialog & Diskusi Interaktif bulanan

PROGRAM

Pendidikan dan Pelatihan
Mengadakan pendidikan politik bagi kalangan mahasiswa berpotensi untuk mengembangkan keterampilan politik dan karakter kepemimpinan.

Mengembangkan wawasan dan kemampuan politik praktis melalui praktik kerja politik magang politik.

Mengadakan diskusi, seminar, dan pelatihan sebagai bagian dari kajian yang diharapkan dapat memberi sumbangan bagi pemecahan persoalan sosio-politik.

Mengembangkan kerjasama dengan kekuatan-kekuatan civil society di Indonesia untuk membangun kesadaran politik dan mengembangkan nilai-nilai demokrasi.

Penyebarluasan Informasi
Mengembangkan jaringan informasi sosio-politik dengan berbagai kalangan pemerhati maupun pelaku politik.

Mengembangkan kerjasama dengan media massa untuk mengembangkan isu-isu demokrasi.

Menerbitikan suatu buletin hasil kajian Sekolah Politik Kerakyatan tentang isu-isu sosial dan politik.

Mengadakan perpustakaan politik Indonesia yang dapat diakses umum.



Siswa Sekolah Politik Kerakyatan KIBAR saat Outbond di Sukabumi, Jawa Barat

Senin, 04 Februari 2008

Resume diskusi Jan 08


Kaum muda tak cukup beri kontribusi bagi negara. Pandangan ini disampaikan oleh Pengamat Politik Yudi Latif dalam diskusi panel “Jalan Baru Perjuangan Kaum Muda Indonesia” yang diselenggarakan oleh Komunitas Indonesia baru di Jakarta Media Centre (JMC), Senin 7 januari 08. “Selama ini peran kaum muda dalam politik hanya menjebol pintu reformasi saja. Dalam reformasi kaum muda membuka pintu reformasi, ketika satu sampai dua orang sudah direkrut mereka kemudian lupa. Jadilah dunia politik tetap dikuasai kaum tua saja,” jelas Yudi.

Achmad Hanafi Rais, menyatakan pergerakan kaum muda diawali dari kekecewaan. “Wacana kaum muda memimpin berangkat dari kekecewaan kita yang sudah mendarah daging, bahkan setelah reformasi kita sadar tidak banyak perubahan pada struktur sekarang ini,” kata Pria lulusan Fisipol UGM.

Hanafi memberikan salah satu gambaran mengenai kaum tua yang hanya berdebat tentang tingginya angka kemiskinan, namun tidak pernah membahas bagaimana cara memberantasnya.“Melihat kondisi ini, kita juga harus melakukan evaluasi. Kaum muda yang terlibat dalam pemerintahan selama sepuluh tahun ke belakang juga perlu dievaluasi. Kita lihat apakah mereka keras terhadap pemerintah atau tidak. Kaum muda sebaiknya merebut posisi publik kemudian merealisasikan yang disuarakan,” tambahnya.

Penjelasan dari kaum muda lainnya datang dari aktivis Dita Indah Sari. “Sebenarnya kaum tua setuju kaum muda yang memimpin. Tua juga tidak dinilai dari usia, tapi dari visi dan pemikirannya konservatif atau tidak,” katanya. Dita menambahkan jika kaum muda mau memimpin, satu-satunya kendaraan politik yang dapat digunakan saat ini adalah partai politik.

Peneliti bidang Politik dan Perubahan Sosial Centre For Strategic and International Studies (CSIS) Indra J Piliang memandang perjuangan kaum muda pada tahun 90-an termasuk gerakan para elitis yang tidak berakar karena tidak mempunyai basis dimasyarakat. “Jadi kalau mau memimpin harus punya publik,” ujarnya.

Pada kesempatan tersebut Indra juga memaparkan gagasan mengenai kepemimpinan Indonesia kedepan. “Sebaiknya Indonesia berada dalam struktur negara federal. Dominasi pemerintah pusat harus dibatasi. Tapi, kalau tidak jadi negara federal kita akan begini-begini saja,” jelas Indra. Jika Indonesia dipecah dengan cara federasi, kata Indra, kondisi itu akan membuat Indonesia lebih baik lagi.

Siswa Sekolah